Di akhir Januari 2011, DPR kongsi tiga berseteru dengan KPK mempermasalahkan deponering kasus suap anggota KPK, setelah beberapa teman DPR mereka dicokok KPK dengan tuduhan menjual hak pilih pada pemilihan deputi. DPR kehilangan konsentrasi pada bahasan yang tengah berlangsung tentang penyimpangan-penyimpangan hukum yang dilakukan kepolisian, kejaksaan, kehakiman, lembaga perpajakan dan para konspiratornya. Ini adalah kelaziman DPR jika diri mereka sendiri disangkakan busuk. DPR menganggap yang mereka lakukan bukanlah kebusukan tetapi hanya kedunguan.
Kelaziman lainnya juga terjadi di sidang pengadilan negeri yang mengadili April Peterson. Ia didakwa jaksa sebagai pelaku, pembuat dan turut menyebar video porno dengan alat bukti sebuah pengakuan seorang penyebar sebenarnya, seorang lainnya yang menjadi pelaku dan asumsi-asumsi Jaksa. Dakwaan April sebagai mempenyebar mencedarai fakta-fakta persidangan (yang dibacakan hakim) yang membuktikan April meminta orang yang meng-copy isi hardisk (dengan melampaui hak mengakses file lagu yang diberikan) untuk menghapusnya. Namun Majelis Hakim justru menjatuhkan vonis bersalah dengan kurungan 3,6 tahun dan denda 250 jt subsider 3 bulan. Sementara vonis untuk terdakwa yang men-copy dan menyebarkannya, jauh lebih ringan dari vonis April. Di luar persidangan dari awal hingga akhir proses persidangan, aksi massa tertentu (yang entah dapat dana darimana karena yang pasti mereka tidak berkerja sehingga bisa selalu mengikuti persidangan) selalu hadir memberi tekanan untuk menghukum. April Peterson adalah figur dengan segudang prestasi musik dan popularitas yang dicederai hukum dengan terang benderang. Di dalam gelap, kelaziman-kelaziman yang menzalimi hukum hampir setiap saat terjadi dari sejak proses penyidikan.
Para pelaku kelaziman-kelaziman ini bukanlah orang-orang yang tidak berpendidikan, mereka adalah produk-produk perguruan tinggi dari lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan menjadi muara yang mengalirkan pejabat-pejabat negara yang rusuh. Lembaga pendidikan telah gagal mencerdaskan bangsa dalam artian yang sebenarnya. Lembaga pendidikan mendidik orang untuk pandai membodohi.
Secara keseluruhan, lembaga pendidikan mengalami kegagalan sejak dari tingkat dasar bahkan pra sekolah yang juga dikembangkan oleh para alma mater. Hanya pengetahuan eksakta yang tidak terkait secara langsung pada kemasyarakatan sajalah yang mungkin masih bisa memberi manfaat pada perkembangan negara.
Akan pincang rasanya jika kita memicingkan mata dari berita non headline namun lazim mengisi kolom dimana rumah sakit atau dokter menyandera pasien karena tidak mampu membayar biaya berobat, seringnya kesalahan diagnosa yang berakibat cacad dan kematian yang kasusnya segera terkubur karena kuatnya ikatan dokter menutup kecerobohan profesi dan melindungi almamater.
Perkelahian kelompok mahasiswa atau pelajar yang juga lazim mengisi kolom berita makin mempertegas bagaimana alma mater mencetak kerusakan-kerusakan pada generasi penerus bangsa. Kelaziman melindungi almamater yang berlanjut pada lembaga, intansi, partai, korps,dll yang melampaui bahkan mungkin merugikan kepentingan bangsa dan negara memang mengecilkan hati. Namun perlu dicermati juga bahwa ada sebagian individu yang mempunyai sikap berbeda dari kelaziman.
Catatan:
- inspirasi: Perubahan sosial budaya nampaknya harus dimulai dari keberanian untuk melepaskan semua alma mater pendidikan sosial budaya. Alma mater hanya diperuntukan untuk ilmu pengetahuan eksakta. Sebuah gerakan perubahan sosial budaya hanya akan berhasil membawa perubahan jika diawali dari kelompok tanpa alma mater yang terorganisir tanpa organisasi.
- Kisah yang terjadi di pulaunesia ini mungkin saja memiliki kesamaan nama dan peristiwa, namun jangan ditafsirkan sebagai terjadi di negara tertentu.
- DPR = Dumb People Representative
- Kongsi 3 = kongsi DPR yang membidangi hukum
- KPK = Kongsi Pemberantas Korupsi.
>

0 komentar:
Posting Komentar