Manusia lahir, menangis, lalu merangkai suara hingga mampu berbicara menyampaikan isi pikirannya pada manusia lainnya. Berbeda dengan membaca, ia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat mengerti dan memahami. Perlu waktu untuk mengenali, merangkai dan memaknai huruf b, a dan c sehingga menjadi kata ’baca’. Itulah sebabnya Tuhanpun menitahkan manusia untuk membaca, manusia mampu mengarungi lautan tanpa sisi dengan membaca bintang, manusia mampu menjelajahi daratan, angkasa bahkan sel-sel yang membentuk tubuh dan otaknya jika ia mampu membaca apa yang terpapar sebagai sesuatu yang harus dikenali, dirangkai dan dimaknai untuk dimengerti dan dipahami.
Banyak perangkap dari kata ‘membaca’, dimana kita menganggap membaca adalah membaca buku saja, dimana kita menganggap membaca adalah memindahkan isi suatu buku dalam ingatan, dimana kita menganggap membaca hanyalah membaca. Perangkap inilah yang seringkali membuat orang terpuruk dalam kebodohan. Seseorang seringkali tampak pintar ketika ia mampu menjadi sumber referensi dari catatan-catatan orang lain layaknya perpustakaan hidup. Berceloteh tentang prinsip dan hukum materiil namun gagap untuk mengerti dan memahami fungsi dan aplikasinya dalam pendekatan realitas.
Membaca adalah suatu proses yang sama ketika kita belajar untuk membaca. Proses mengenali, merangkai, dan memaknai untuk mengerti dan memahami. Jika diawal belajar membaca [dasar], objek yang kita pelajari adalah huruf , angka, gambar atau simbol”, di tingkat lanjutan objek yang dipelajari sebagai bacaan adalah plus lingkungan alam, sosial dan masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali orang mengabaikan [atau mungkin hanya baru bisa membaca di tingkat dasar saja] untuk membaca ramuan (content/ingredient) dari suatu produk, apalagi membaca tingkat lanjutannya; bagaimana korelasi produk tersebut dengan lingkungan alam, sosial & masyarakat, apakah mencemari alam? Jika ya, tentu saja akan mempengaruhi pula lingkungan sosial dan masyarakat serta korelasi” lainnya. Atau [lagi-lagi] membaca di tingkat dasar saja, isu-isu dan skandal politik yang memboroskan energi publik dengan ramainya komentar, opini, prediksi dan lain sebagainya, yang mana apabila mereka dapat membaca dengan benar, isu-isu dan skandal politik yang selalu berulang terjadi, tidak mungkin terjadi lagi karena publik mengerti dan memahami cara memutus mata rantai kaderisasi politik kekuasaan. Atau [lagi-lagi] membaca di tingkat dasar saja, bagaimana petugas negara melindungi warga negara atas penggunaan bahan” berbahaya pada produk makanan dengan hanya memberi teguran saja pada produsennya sehingga rumah sakit tidak kekurangan konsumen untuk menjaga kontinuitas setiap komponen roda perekonomian, yang mana apabila masyarakat dapat membacanya dengan benar, komoditas Rumah Sakit akan berubah menjadi Balai Kesehatan Masyarakat.
Membaca dengan benar akan mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin saja kini kita tengah kecewa dengan situasi dan kondisi Negara yang terus dirongrong oleh penguasa dan petugas negara. Jangan lagi membodohi diri bahwa tuan dari suatu negara adalah rakyat. Jangan lagi membodohi diri bahwa petugas negara adalah pelayan rakyat. Petugas negara adalah pengatur dan pengendali rakyat. Rakyat adalah subjek dari negara. Sebagai subjek, rakyat harus mampu membaca dengan benar sehingga dapat menolak untuk diatur dan dikendalikan, namun sebaliknya, mampu mengatur dan mengendalikan petugas negara untuk bertugas dengan benar.
Salam Budaya.
>

2 komentar:
Tapi walaupun bagaimana mana pun,rakyat indonesia sudah banyak yang pintar secara IQ sehingga tidak mudah di bohongi tapi secara kejujuran yang belum di miliki oleh sebagian rakyat kita,sehingga korupsi & pembodohan terhadap sesama masih terus terjadi hingga detik ini
26 Agustus 2011 pukul 11.38Mampir gantian ya ke blog saya
http://arsavin666.blogspot.com/
ke Andy,
27 Agustus 2011 pukul 17.47pintar secara IQ tanpa EQ sebenarnya tidak bernilai apapun, yang kita perlukan adalah membangun masyarakat yang cerdas, silahkan kupas lebih dalam di http://www.dayaciptabudaya.co.cc/2011/08/perbedaan-pintar-dan-cerdas.html
Posting Komentar