Pemalak bernama POM di Sekolah (Dasar)
“Sekelompok orang tua (biasanya para ibu) menggagas adanya POM di kelas yang merupakan kepanjangan dari Perkumpulan/Persatuan/Pengurus Orang Tua Murid. POM ini akan menarik iuran wajib dari semua orang-tua dalam wilayah kelas. Tidak ada program yang jelas yang mereka tawarkan dalam pengumpulan dana iuran POM, apalagi terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan bagi anak-anak di dalam kelas. Dana iuran POM yang terkumpul ini, mereka tebar untuk pemberian kenangan atau tunjangan bagi para guru bidang studi dan walikelas dalam bentuk tunai yang tentu saja secara tidak langsung akan mempengaruhi objektifitas para guru dalam memberikan nilai bagi para siswanya terutama anak-anak para Pemalak (POM) yang menyerahkan hasil palakannya sebagai pemberian sumbangan, sementara para korban palakannya hanya dapat mengurut dada ketika peringkat prestasi anak-anaknya selalu berada dibawah anak-anak para Pemalak ini."
Beberapa pengadaan perlengkapan kelas (katanya) juga dibiayai dari palakan POM dan kemudian menjadi pertanyaan ketika perlengkapan kelas tersebut kemudian juga dicatatkan sebagai pembelian perlengkapan oleh sekolah, tentunya akan sulit bagi auditor untuk memastikan kebenarannya karena POM tidak tercatat secara administratif dalam sistem sekolah. Para orangtua menganggap bahwa merekalah yang dipalak untuk membeli perlengkapan sekolah, sementara Dinas Pendidikan mengklaim bahwa mereka telah mengucurkan dana untuk keperluan perlengkapan sekolah tersebut.
Dilema bagi para orang-tua yang tidak bersedia membayar iuran POM adalah ketakutan bahwa anaknya akan didiskreditkan oleh para guru walaupun pada faktanya belum tentu ketakutan itu terjadi walaupun objektifitas guru sangat mungkin terpengaruhi oleh adanya dana tunai yang diberikan para pemalak POM.”
Kehadiran POM sepintas nampak menguntungkan, terutama bagi pihak yang menerima aliran dana POM tersebut. Namun secara mental, ini adalah benih perusakan generasi yang ditebar para ibu (karena sebagian besar aktifis POM adalah para ibu, dan disinilah pengenalan cara-cara korupsi atau penyimpangan diajarkan pada anak-anaknya.), merusak citra para Guru, Sekolah, Dinas Pendidikan bahkan hingga ke Kementrian Pendidikan.
Jika para Guru atau Sekolah tidak dapat menindaklanjuti untuk menyingkirkan para pemalak ini dari lingkungan sekolah negeri, rasanya Dinas Pendidikan dapat menampung informasi dari berbagai sumber tentang para Orang-tua yang menjadi aktifis POM, membandingkan prestasi anak-anak para Pemalak ini, lalu melakukan mutasi pada siswa yang menjadi anak para Pemalak ke sekolah Swasta, jika benar terindikasi mempengaruhi objektifitas Guru atau menimbulkan penyimpangan yang berakibat merusak citra akibat tumpang tindih klaim pembiayaan.
Di Sekolah Swasta, pengumpulan dana yang digiatkan oleh para orang-tua dapat terawasi oleh pihak pengelola yayasan pendidikan yang mengawasi secara langsung lembaga pendidikannya dan akan meminimalkan penyimpangan karena pengelola yayasan pendidikan justru akan terbantu dengan adanya sumbangan selain dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Di Sekolah Negeri, kekurangan dana operasional sekolah sebenarnya dapat diatasi dengan sumbangan Orang-tua berdasarkan kesepakatan yang dikelola sekolah atau menjalin kerjasama dengan korporat sehingga dapat dipertanggung-jawabkan secara administratif, tidak mempengaruhi objektifitas pengajar dan tidak merusak citra lembaga pendidikan yang bertanggung-jawab sebagai penyemai generasi yang bersih.
Untuk para Orang-tua yang menjadi korban dari para pemalak POM, silahkan melayangkan surat beserta bukti adanya POM disuatu sekolah dan praduga penyimpangannya ke Dinas Pendidikan setempat lalu mengirimkan salinannya pada Daya Cipta Budaya sebagai landasan kajian untuk melakukan class action jika surat aduan tersebut tidak ditindaklanjuti atau kemungkinan-kemungkinan lain untuk dapat mengkarantina para pelaku pemalakan yang menamakan dirinya POM. /DCB/
3 komentar:
Wah, baru tahu ada yang semacam ini. Beda ya sama komite sekolah?
9 Oktober 2011 pukul 19.36beda, Komite Sekolah ada dalam sistem sekolah sehingga tidak terjadi tumpang tindih klaim pembiayaan dan dapat diaudit. Salam Budaya
11 Oktober 2011 pukul 10.28Bagaimana kalo pom itu sendiri di anjurkan oleh kepsek ,malah rapat dulu dg kepsek untuk besarannya
7 Agustus 2021 pukul 19.33Posting Komentar